Sabtu, 27 Desember 2008

Prof Dr M Din Syamsuddin MA: Muhammadiyah Ajak Konsolidasi dan Koalisi




Written by Aris Rahman

Image(Jakarta, MADINA): Persyarikatan Muhammadiyah memasuki abad keduanya akan terus meningkatkan kualitas dan kuantitasnya. “Dari pengalaman amal usahanya, Muhammadiyah selama ini sudah cukup banyak berperan dan memberikan pengaruh besar buat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Kami berharap konsolidasi dan sekaligus koalisi dari lingkaran-lingkaran yang banyak yang ada di negara Indonesia ini, baik misalnya lingkaran mahasiswa, partai Islam dan lingkaran umat lain,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr M Din Syamsuddin MA dalam puncak perayaan Milad (ulang tahun) Muhammadiyah ke-99 di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Selasa lalu.
Menurut Din, lingkaran-lingkaran yang banyak tersebut sesuatu yang abstrak tetapi ada. “Ketika mereka bisa menunjukkan soliditas pada lingkaran-lingkaran ini, kita sinkronkan dengan lingkaran-lingkaran yang lain, itulah yang menjadi lingkaran besar, lingkaran bangsa kita. Oleh karena itu, saya khusus mendorong adanya aliansi strategis dari ormas-ormas Islam, begitu juga aliansi strategis dari partai-partai Islam dan partai-partai yang berbasiskan massa Islam, yang sifatnya strategis,” kata Din.

Ulang Tahun Muhammadiyah yang bertemakan Muhammadiyah Berkiprah Mencerdaskan dan Mencerahkan Bangsa ini dihadiri, antara lain sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, Wakil Ketua MPR RI, Wakil Ketua DPR RI, para tokoh nasional, mantan Ketua DPR RI, Dr Ir Akbar Tanjung. Para tokoh agama, tokoh partai politik (Parpol), para duta besar negara-negara sahabat, baik dari Negara Arab dan Negara Eropa dan juga dihadiri oleh keluarga besar Muhammadiyah, baik tokoh agama, tokoh politik dan tokoh LSM yang bernaung dalam organisasi tersebut.

Din Syamsuddin menjelaskan, Muhammadiyah lahir 8 Dzulhijjah, dua hari sebelum Idul Adha, pada tahun 1330 Hijriah. Insya Allah di tahun yang akan datang, pada tahun 1430 Hijriah, Muhammadiyah genap berusia satu abad. Sedangkan menurut perhitungan penanggalan Miladiyah, Muhammadiyah lahir pada tanggal 18 November 1912, maka beberapa hari yang lalu, Muhammadiyah juga genap berusia 96 tahun.

Dikatakan Din Syamsuddin, memasuki abad kedua Muhammadiyah, pihaknya juga akan melakukan revitalisasi, meningkatkan apa yang sekarang menjadi kekuatan Muhammadiyah, yaitu beramal dan berbuat amar makruf nahyi munkar. “Kami meyakini keimanan itu harus diamalkan dalam amal dan aksi, termasuk juga mendorong Islam yang berkemajuan. Semuanya bukan hanya untuk Islam melainkan juga untuk umat bangsa ini,” jelasnya.

Din Syamsuddin mengigatkan, Muhammadiyah tetap pada jati dirinya sebagai gerakan dakwah, gerakan kebudayaan atau gerakan cultural yang memilih strategis perjuangannya yaitu pendekatan atau strategi cultural, untuk memperkuat landasan budaya dalam kehidupan masyarakat dan dalam kehidupan bangsa. “Oleh karena itu, Muhammadiyah, Alhamdulillah, tak bergeming dari jati dirinya ini dan tidak terpengaruh dari pesona-pesona lain termasuk untuk beralih menjadi gerakan atau partai politik,” ucap Din.

Muhammadiyah sejak kelahirannya, melakukan gerakan politik atau dakwah lewat politik, yaitu sebagai politik dakwah, politik amar makruf dan nahyi mungkar, yang disebut sebagai politik adi luhung. Sedangkan terkait dengan politik praktis dan politik kepartaian, Muhammadiyah sejak dulu sudah memiliki hittah, tidak memiliki hubungan organisatoris, struktural dan juga tidak berafiliasi dengan partai politik manapun dan menjelaskan kepada aktivis warga Muhammadiyah untuk berjuang lewat jalur-jalur politik, termasuk untuk memprakarsai dan memasuki partai-partai politik yang ada dewasa ini. Namun harus diniatkan untuk dakwah dan untuk amar makruf dan nahyi mungkar,” ujarnya.

Ditegaskan Din Syamsuddin, sejak lahirnya Muhammadiyah, organisasi tersebut telah ikut serta berperan, berkontribusi, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, termasuk sebelum negara Republik Indonesia terwujud. Muhammadiyah telah lahir dan menjadi elemen masyarakat madani, menjadi kekuatan bangsa yang cukup signifikan, memberikan kontribusinya bagi pencerahan dan pencerdasan lewat jalur pendidikan, pelayanan sosial, pemberdayaan ekonomi dan juga dakwah-dakwah pencerahan. Dan ini sesuai dengan ideologi dan etos yang dimiliki Muhammadiyah itu sendiri sejak kelahirannya, yang kami sebut sebagai Islam yang Berkemajuan,” tandasnya.

Soal Capres, Insya Allah

Din Syamsuddin juga menegaskan kembali, seandainya dirinya dipinang oleh salah satu partai politik (Parpol) lokal untuk menjadi Calon Presiden (Capres) RI 2009, ia mengatakan insya Allah. “Ditanya, apakah saya bersedia dan siap, jika dipinang oleh salah satu parpol yang ada sekarang ini untuk menjadi Capres RI 2009, maka jawabannya insya Allah, karena ya atau tidaknya pada posisi apa dan nomor berapa saya ditempatkan. Semua itu tergantung kepada masing-masing partai-partai politik yang ada sekarang ini. Nah kita serahkan semuanya kepada partai-partai politik yang ada itu,” ungkapnya.

Bagi Din Syamsuddin sendiri, sebagai pemimpin di negara ini tidak selalu harus pada posisi pemimpin formal, tetapi juga pada posisi pemimpin informal. “Seperti sekarang ini saya menjadi pemimpin Muhammadiyah, tidak kalah kemuliaannya, kehormatannya dan tidak kalah kiprahnya untuk bangsa ini. Tetapi sekali lagi saya tegaskan, kalau ada peluang untuk menjadi pimpinan formal, maka mengapa tidak, mungkin saja saya terima. Tetapi karena mekanismenya tergantung partai politik, maka kita serahkan semua kepada mereka. Kalau itu nanti menjadi kenyataaan dan ada permintaan, ada lamaran atau istilahnya ada pinangan dari partai politik manapun itu, tentu saya akan berkonsultasi dahulu dengan para petinggi Muhammadiyah dan setelah itu kita juga baru mempertimbangkan untuk apa, posisi apa dan nomor berapa,” tuturnya.

Untuk Pemilihan Umum mendatang, seandainya ia telah dipinang oleh salah satu partai politik lokal yang ada sekarang ini, Din Syamsuddin, mengaku tidak ada persiapan-persiapan khusus apa pun. “Saya terikat dengan amanat Muhammadiyah. Tentu saya tidak bisa lebih maju, walaupun selama ini telah menjadi wacana politik di berbagai media massa, baik dari pendapat para fungsionaris partai politik, pendapat dari para pengamat politik, yang banyak mengatakan bahwa saya itu ada peluang untuk menjadi Capres RI 2009, maka saya nyatakan kepada mereka insya Allah. Saya kira, saya masih meninjau dulu perkembangan politik itu sendiri hingga momen sebelum Pemilu 2009,” demikian kata Din.

Perlu Koalisi

Menghadapi pemilihan umum yang akan datang perlu adanya koalisi strategis parpol Islam dan parpol berbasis massa Islam. “Hal ini dimaksudkan agar representasi politik Islam tetap berlanjut dan marwah politik politik Islam tetap terjaga,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr M Din Syamsuddin MA kepada MADINA di Jakarta, baru-baru ini.

Menurut Din Syamsuddin, yang juga gurubesar politik Islam Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta ini, kekuatan politik Islam yang tersebar di banyak parpol hendaklah tidak menjadi faktor kelemahan, tapi kekuatan umat Islam pada ranah politik.

Banyaknya parpol Islam selain potensial memecah belah umat Islam, juga dapat membawa kekalahan politik. Apalagi selama ini perolehan suara parpol Islam dan parpol berbasis massa Islam pada beberapa pemilu cenderung konstans di bawah 40%; kalaupun ada parpol yang memperoleh tambahan suara adalah karena mengambil suara saudaranya sendiri dari parpol Islam lain.

Menghadapi kenyataan itu, lanjut Din, perlu diciptakan “simpul lingkaran-lingkaran” yang membuat ikatan kuat, khususnya pada persoalan strategisseperti masalah-masalah kebangsaaan dan pemilihan presiden/wapres. Kalau hal ini tidak dilakukan maka kekuatan politik Islam akan melemah dan parpol-parpol Islam hanya menjadi pelengkap penyerta dari arus kekuatan politik lain.

Koalisi strategis ini menjadi mendesak menghadapi pilpres, karena idealnya parpol Islam dan parpol berbasis massa Islam idealnya tampil dengan calon tunggal untuk capres dan atau cawapres. Koalisi strategis ini akan berfungsi sebagai poros tengah baru terhadap dua kekuatan yaitu incumbent dan oposisi.

Poros tengah baru ini selain akan membawa soliditas suara pemilih muslim juga dapat menjaring dukungan pemilih lain khususnya “swing voters” (pemilih yang belum menentukan pilihannya) yang jumlahnya ditaksir sangat besar. (pr/uy/mur)

Indonesia Lahan Subur

Sabtu, 27 Desember 2008 | 00:26 WIB

Jakarta, Kompas - Indonesia merupakan lahan subur pemikiran, tetapi pengembangan pemikiran ini tidak harus ditarik ke arus pemikiran yang sama sekali baru. Di sinilah perlunya refleksi tentang berbagai tingkat pemikiran dan realitas masyarakat, di mana selalu ada bentuk tarik dan dorong sebagai dialektika. Dalam konteks ini, perlu kekuatan penengah dan perantara yang arif dan memprakarsai dialog pemikiran.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin dalam refleksi akhir tahun politik keagamaan 2008 yang diselenggarakan Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) di Jakarta, Selasa (23/12).

Sebelumnya, Direktur Eksekutif PSAP Pramono U Tanthowi mengatakan, ada hubungan yang saling terkait antara menguatnya konservatisme keagamaan di tingkat masyarakat dan kebijakan negara yang memberi peluang terhadap anarkisme keagamaan di negeri ini.

”Anarkisme dengan dalih agama juga dilakukan kelompok umat beragama di Indonesia. Tragedi Monas 1 Juni telah menyedot keprihatinan yang meluas,” ujarnya.

Menurut Pramono, selain konservatisme di tingkat masyarakat, fundamentalisme keagamaan dan politisasi agama tampaknya juga sudah masuk ke ranah negara. Padahal, peran negara sebagai fasilitator dan mediator harus berdiri di atas semua kelompok. Negara harus menjamin perbedaan pendapat tidak mengarah kepada anarkisme.

Guru besar Universitas Islam Negeri, Bachtiar Effendi, mengatakan, masyarakat tidak mempunyai masalah dengan kebebasan beragama jika semua rujukannya pada UUD. Namun, konstitusi memang belum memberikan penjelasan memadai tentang kebebasan beragama ini.

Bachtiar menilai, negara seharusnya bisa hadir dalam setiap konflik yang diikuti aksi kekerasan meskipun melibatkan isu keagamaan. ”Kalau sudah ada perusakan dan bakar-bakaran, sudah sepantasnya aparat kepolisian bertindak. Tidak perlu ragu atau beralasan khawatir melanggar hak asasi manusia,” ujarnya. (MAM)

Rabu, 24 Desember 2008

Muhammadiyah dan Ekonomi Kreatif

Mukhaer Pakkanna
Peneliti CIDES dan Wakil Rektor STIE Ahmad Dahlan Jakarta

Muhammadiyah adalah salah satu organisasi kemasyarakatan (ormas) yang telah memberi kontribusi signifikan bagi kemajuan bangsa. Muhammadiyah lahir 18 November 1912 di Yogyakarta dengan visi membangun masyarakat utama, yakni masyarakat mandiri, bermartabat, berkeadilan, dan berkemanusiaan.

Sebagai ormas, Muhammadiyah telah memiliki 30 juta anggota/simpatisan dengan amal usaha bidang pendidikan, yakni TK berjumlah 3.980, SD 6.728, SMP 3.279, SMA 2.776, kejuruan 101, pesantren 32; perguruan tinggi 176, dan tanah wakaf 29.808.164,60 ha. Di bidang kesehatan memiliki PKU 47 buah; poliklinik 217, klinik bersalin 82, dan akademi perawat 92. Amal usaha ini merupakan hasil mahakarya ekonomi kreatif para pendiri Muhammadiyah.

Melihat begitu banyak amal usaha Muhammadiyah itu, ada dua hal yang bisa dipetik. Pertama, Muhammadiyah lahir sebagai sebuah gerakan ilmiah dan amaliah. Artinya, teologi gerakan Muhammadiyah tidak saja berpijak pada kisaran filosofis, tapi juga berada dalam ranah aksi terlembaga. Kedua, gerakan Muhammadiyah ternyata lebih menyentuh pada aspek social services. Adanya lembaga pendidikan, kesehatan dan panti asuhan menandakan Muhammadiyah sebagai organisasi pelayan masyarakat.

Kiai Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah paham betul diperlukan sebuah institusi kreatif dalam pelayanan. Setalian dengan kemajuan zaman, pola kreativitas yang dikembangkan Dahlan selayaknya terus dikembangkan oleh pewarisnya secara progresif.

Namun, karena terjadi kelumpuhan kreativitas para pewaris Kiai Dahlan, akhirnya yang muncul nostalgia dan duplikasi. Kreativitas kemandirian dalam bentuk produk kelembagaan ekonomi kreatif kikir dilahirkan dalam rahim Muhammadiyah.
Ekonomi kreatif
Sebenarnya ekonomi kreatif menurut New England Foundation of the Arts (NEFA): ''represented by the 'cultural core.' It includes occupations and industries that focus on the production and distribution of cultural goods, services and intellectual property''. Dalam bahasa penggiat budaya, ekonomi kreatif berbasis budaya akan menjadi gelombang keempat dalam perkembangan ekonomi global setelah era ekonomi pertanian, ekonomi industri, dan ekonomi informasi.

Lebih konkretnya, menurut bahasa pemerintah, cakupan ekonomi kreatif meliputi riset dan pengembangan, software, kerajinan, seni rupa, jasa periklanan, arsitektur, desain, fashion, film, musik, seni pertunjukan, penerbitan, TV dan radio, mainan, dan video games. Produk ekonomi kreatif ini kerap dilahirkan dari hasil kreativitas budaya melalui dialektika pengalaman, pendidikan, pelatihan dan keberanian bereksperimen.

Dalam ekonomi kreatif, yang diciptakan bukan produk riil (barang), tapi produk abstrak. Produk abstrak (jasa) dilahirkan dari kreativitas ide sehingga kerap disebut knowledge economy. Lahirnya institusi pelayanan sosial oleh Kiai Dahlan pada zamannya juga merupakan produk ekonomi kreatif.

Kendati bersifat social services, Kiai Dahlan sangat yakin lembaga pendidikan, kesehatan, dan panti asuhan yang didirikannya suatu saat akan melahirkan manusia-manusia kreatif yang bisa memajukan dan menyejahterakan bangsa. Karena itu para pencipta produk ekonomi kreatif sejatinya orang-orang yang memiliki visi jangka panjang. Mereka lahir karena kemampuan pengetahuan, ide, dan daya kreasi yang bisa bernilai ekonomi tinggi.

Pewaris Kiai Dahlan
Pertanyaan, bagaimana kreativitas para pewaris Kiai Dahlan? Sebagai ormas yang memiliki segmentasi basis massa kelas menengah, selayaknya para pewaris ini memiliki produk ekonomi kreatif yang semakin bisa dibanggakan. Dengan puluhan ribu lembaga pendidikan, Muhammadiyah sejatinya mampu melahirkan manusia-manusia kreatif.

Selain memiliki lembaga pendidikan, Muhammadiyah juga memiliki puluhan ribu ranting, cabang, daerah dan wilayah menjadi modal dalam pengembangan ekonomi kreatif. Tapi, modal organisasi yang dimiliki itu belum optimal dimanfaatkan.

Produk-produk seni budaya, software, desain, hasil riset, kerajinan, dan produk berbasis pengetahuan lebih banyak dilahirkan dari organisasi di luar Muhammadiyah. Padahal, banyak penggiat ekonomi kreatif pernah mengenyam pendidikan di lembaga Muhammadiyah. Namun, mereka brain-drain karena wadah untuk pengembangan kreativitas dalam tubuh Muhammadiyah disesaki berbagai pola birokratisasi dan mekanisasi organisasi.

Selain itu, visi para elite Muhammadiyah kurang memberi wadah pengembangan ide-ide kreatif yang bernilai sosial dan ekonomi. Kurangnya respons Muhammadiyah terhadap penggiat ekonomi kreatif, akhirnya mereka mencari habitatnya untuk berkembang dan produktif di luar lingkungan Muhammadiyah.

Dalam konteks itulah, Muhammadiyah yang sudah berusia satu abad harus kembali memikirkan. Pertama, merumuskan agenda pekerjaan gelombang keempat yang akan dipacu oleh ekonomi kreatif. Kedua, para pewaris Kiai Dahlan harus diberikan wadah untuk melakukan improvisasi kreatif tanpa dikungkung oleh birokratisasi Muhammadiyah yang semakin kaku. Di sinilah lembaga pendidikan dan ranting-ranting Muhammadiyah harus dioptimalkan dalam menstimulasi kreativitas warganya.

Ketiga, mengurangi tensi dan libido politik praktis para pewaris Kiai Dahlan terutama kalangan elite dan anak-anak muda Muhammadiyah. Jika libido politik dikembangkan, hanya akan melahirkan generasi myopic, yakni rabun terhadap masa depan, yang ujungnya pelit melahirkan ide-ide ekonomi kreatif.

(-)

Minggu, 21 Desember 2008

Mukti Lulus Doktor

Saturday, 20 December 2008
ImageABDUL MU’TI, JAKARTA (SINDO) – Berbaurnya penganut berbagai agama dalam kehidupan masyarakat merupakan bukti kearifan pluralisme di Indonesia.

Mahasiswa Program Doktor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,Abdul Mu’ti, mengangkat fenomena ini dan menuangkannya dalam sebuah disertasi berjudul ”Pluralisme Keagamaan dalam Pendidikan Muhammadiyah: Studi Kasus di Ende,Serui,dan Putussibau”.

Dalam ujian disertasi Program Doktor Pascasarjana di UIN Syarif Hidayatullah kemarin, pria yang pernah menjabat Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah periode 2002–2006 ini meraih cum laude. Tim penguji terdiri dari Prof Dr Azyumardi Azra,Prof Dr HA Malik Fadjar, Prof Sucipto, Prof Soewito, dan Dr Fuad Jabali.

Abdul Mu’ti melakukan penelitian selama tiga bulan di tiga sekolah Muhammadiyah berbeda.Ketiganya,yakni SMA Muhammadiyah I Ende,Kota Ende,Nusa Tenggara Timur; SMP Muhammadiyah Serui,Yapen Waropen,Papua; dan SMA Muhammadiyah Putussibau,Kapuas Hulu,Kalimantan Barat.

Menariknya,sekolah berciri khusus Muhammadiyah ini ternyata juga diminati masyarakat setempat yang mayoritas beragama Katolik dan Kristen.”Dari total murid di sekolah itu, terdapat 75% siswa nonmuslim di Ende, 60% di Putussibau,dan 80% di Serui,”ungkap Abdul Mu’ti kepada SINDO kemarin.

Menurut dia,keharmonisan pluralisme di ketiga sekolah ini dibuktikan dengan terlibatnya warga setempat dalam proses pembangunan sekolah Muhammadiyah. Selain itu,dalam proses rekrutmen dan promosi yang dilakukan guru agama Kristen tanpa paksaan. ”Uniknya lagi, banyak siswi yang mengenakan jilbab atas keinginannya sendiri,”ujar Mu’ti.

Alasan sekolah itu diminati warga, di antaranya karena Muhammadiyah memberikan pendidikan agama sesuai kebutuhan muridnya oleh guru yang kompeten. Dari hasil wawancara Abdul Mu’ti dengan masyarakat setempat, sekolah-sekolah itu juga dinilai murah, tetapi berkualitas.

Berdasarkan data survei lapangan, sebanyak 51,2% menerima pendidikan ini karena alasan faktor kualitas sekolah yang bagus. Alasan pendidikan murah sebanyak 20,9%, karena menerima pendidikan sesuai agama 14,7%, dan jarak sekolah dekat dengan rumah sebesar 13,2%.

Keberanian mengakomodasi rights to education atau hak pendidikan masyarakat setempat membuktikan bahwa toleransi beragama di Indonesia tidak seperti dalam pandangan masyarakat saat ini.Jauh dari pusat ibu kota negara Republik Indonesia,terdapat di daerah,justru berjalan harmonis.

Menurut AbdulMu’tiyangkinijugamenjabatDirekturEksekutif Centre for Dialogue and Cooperation amongs Civilisations (CDCC), paradigma perbedaan agama sebagai pemecah belah telah terbantahkan.

Hasil penelitiannya membuktikan bahwa pengaruh pendidikan yang seimbang justru dapat menghidupkan toleransi dalam pluralitas keagamaan. (isfari hikmat)


Kamis, 18 Desember 2008

Muhammadiyah dan Ekonomi Kreatif

Mukhaer Pakkanna
Peneliti CIDES dan Wakil Rektor STIE Ahmad Dahlan Jakarta

Muhammadiyah adalah salah satu organisasi kemasyarakatan (ormas) yang telah memberi kontribusi signifikan bagi kemajuan bangsa. Muhammadiyah lahir 18 November 1912 di Yogyakarta dengan visi membangun masyarakat utama, yakni masyarakat mandiri, bermartabat, berkeadilan, dan berkemanusiaan.

Sebagai ormas, Muhammadiyah telah memiliki 30 juta anggota/simpatisan dengan amal usaha bidang pendidikan, yakni TK berjumlah 3.980, SD 6.728, SMP 3.279, SMA 2.776, kejuruan 101, pesantren 32; perguruan tinggi 176, dan tanah wakaf 29.808.164,60 ha. Di bidang kesehatan memiliki PKU 47 buah; poliklinik 217, klinik bersalin 82, dan akademi perawat 92. Amal usaha ini merupakan hasil mahakarya ekonomi kreatif para pendiri Muhammadiyah.

Melihat begitu banyak amal usaha Muhammadiyah itu, ada dua hal yang bisa dipetik. Pertama, Muhammadiyah lahir sebagai sebuah gerakan ilmiah dan amaliah. Artinya, teologi gerakan Muhammadiyah tidak saja berpijak pada kisaran filosofis, tapi juga berada dalam ranah aksi terlembaga. Kedua, gerakan Muhammadiyah ternyata lebih menyentuh pada aspek social services. Adanya lembaga pendidikan, kesehatan dan panti asuhan menandakan Muhammadiyah sebagai organisasi pelayan masyarakat.

Kiai Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah paham betul diperlukan sebuah institusi kreatif dalam pelayanan. Setalian dengan kemajuan zaman, pola kreativitas yang dikembangkan Dahlan selayaknya terus dikembangkan oleh pewarisnya secara progresif.

Namun, karena terjadi kelumpuhan kreativitas para pewaris Kiai Dahlan, akhirnya yang muncul nostalgia dan duplikasi. Kreativitas kemandirian dalam bentuk produk kelembagaan ekonomi kreatif kikir dilahirkan dalam rahim Muhammadiyah.
Ekonomi kreatif
Sebenarnya ekonomi kreatif menurut New England Foundation of the Arts (NEFA): ''represented by the 'cultural core.' It includes occupations and industries that focus on the production and distribution of cultural goods, services and intellectual property''. Dalam bahasa penggiat budaya, ekonomi kreatif berbasis budaya akan menjadi gelombang keempat dalam perkembangan ekonomi global setelah era ekonomi pertanian, ekonomi industri, dan ekonomi informasi.

Lebih konkretnya, menurut bahasa pemerintah, cakupan ekonomi kreatif meliputi riset dan pengembangan, software, kerajinan, seni rupa, jasa periklanan, arsitektur, desain, fashion, film, musik, seni pertunjukan, penerbitan, TV dan radio, mainan, dan video games. Produk ekonomi kreatif ini kerap dilahirkan dari hasil kreativitas budaya melalui dialektika pengalaman, pendidikan, pelatihan dan keberanian bereksperimen.

Dalam ekonomi kreatif, yang diciptakan bukan produk riil (barang), tapi produk abstrak. Produk abstrak (jasa) dilahirkan dari kreativitas ide sehingga kerap disebut knowledge economy. Lahirnya institusi pelayanan sosial oleh Kiai Dahlan pada zamannya juga merupakan produk ekonomi kreatif.

Kendati bersifat social services, Kiai Dahlan sangat yakin lembaga pendidikan, kesehatan, dan panti asuhan yang didirikannya suatu saat akan melahirkan manusia-manusia kreatif yang bisa memajukan dan menyejahterakan bangsa. Karena itu para pencipta produk ekonomi kreatif sejatinya orang-orang yang memiliki visi jangka panjang. Mereka lahir karena kemampuan pengetahuan, ide, dan daya kreasi yang bisa bernilai ekonomi tinggi.

Pewaris Kiai Dahlan
Pertanyaan, bagaimana kreativitas para pewaris Kiai Dahlan? Sebagai ormas yang memiliki segmentasi basis massa kelas menengah, selayaknya para pewaris ini memiliki produk ekonomi kreatif yang semakin bisa dibanggakan. Dengan puluhan ribu lembaga pendidikan, Muhammadiyah sejatinya mampu melahirkan manusia-manusia kreatif.

Selain memiliki lembaga pendidikan, Muhammadiyah juga memiliki puluhan ribu ranting, cabang, daerah dan wilayah menjadi modal dalam pengembangan ekonomi kreatif. Tapi, modal organisasi yang dimiliki itu belum optimal dimanfaatkan.

Produk-produk seni budaya, software, desain, hasil riset, kerajinan, dan produk berbasis pengetahuan lebih banyak dilahirkan dari organisasi di luar Muhammadiyah. Padahal, banyak penggiat ekonomi kreatif pernah mengenyam pendidikan di lembaga Muhammadiyah. Namun, mereka brain-drain karena wadah untuk pengembangan kreativitas dalam tubuh Muhammadiyah disesaki berbagai pola birokratisasi dan mekanisasi organisasi.

Selain itu, visi para elite Muhammadiyah kurang memberi wadah pengembangan ide-ide kreatif yang bernilai sosial dan ekonomi. Kurangnya respons Muhammadiyah terhadap penggiat ekonomi kreatif, akhirnya mereka mencari habitatnya untuk berkembang dan produktif di luar lingkungan Muhammadiyah.

Dalam konteks itulah, Muhammadiyah yang sudah berusia satu abad harus kembali memikirkan. Pertama, merumuskan agenda pekerjaan gelombang keempat yang akan dipacu oleh ekonomi kreatif. Kedua, para pewaris Kiai Dahlan harus diberikan wadah untuk melakukan improvisasi kreatif tanpa dikungkung oleh birokratisasi Muhammadiyah yang semakin kaku. Di sinilah lembaga pendidikan dan ranting-ranting Muhammadiyah harus dioptimalkan dalam menstimulasi kreativitas warganya.

Ketiga, mengurangi tensi dan libido politik praktis para pewaris Kiai Dahlan terutama kalangan elite dan anak-anak muda Muhammadiyah. Jika libido politik dikembangkan, hanya akan melahirkan generasi myopic, yakni rabun terhadap masa depan, yang ujungnya pelit melahirkan ide-ide ekonomi kreatif.

(-)

PD: Din Belum Bisa Pengaruhi Konstelasi SBY Vs Mega



Foto: Indra Shalihin
Jakarta - Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin resmi jadi calon presiden (capres) Partai Matahari Bangsa (PMB). Meski begitu, sosok Din dinilai belum mampu mempengaruhi konstelasi SBY versus Mega yang diperkirakan akan terulang dalam Pilpres 2009.

"Kalau ukurannya hasil-hasil survei yang sudah berjalan, nama Pak Din belum tinggi elektabilitasnya. Belum berpengaruh terhadap konstelasi SBY-Mega," ujar Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum lewat pesan singkat kepada detikcom, Kamis (18/12/2008).

Namun, lanjut Anas, hasil survei tersebut masih sementara. Masih ada kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa terjadi.

"Politik itu serba dinamis dan fluktuatif. Justru sekarang Pak Din berkesempatan menjadi aktor utama untuk menjalankan idenya tentang poros tengah," kata mantan anggota KPU ini.

Menurut Anas, besar atau tidaknya pengaruh Din terhadap konstelasi SBY vs Mega, sangatlah tergantung pada tingkat keberhasilan kampanye PMB. "Dan tentu saja perkembangan elektabilitas Pak Din nantinya," ucapnya.

Anas pun mengucapkan selamat kepada Din Syamsudin atas pencapresannya oleh PMB.

"Makin banyak capres makin baik. Rakyat akan punya alternatif pilihan," tandasnya.(lrn/mok)

Lingkaran Simpul Kebangsaan ala Din Syamsuddin



Foto: Indra Shalihin


Jakarta - Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mewacanakan lahirnya kembali poros tengah. Belum cukup sampai di situ, Din juga berencana akan mengembangkan lingkaran simpul kebangsaan. Apa itu?

"Mencari kesamaan antara simpul-simpul Islam (parpol dan ormas) dan juga simpul dengan kalangan lain untuk membangun negara ini," jelas Din.

Din mengatakan hal itu saat acara dialog antarketua parpol Islam di Kantor Centre for Dialogue and Coorporation among Civilization (CDCC), Jl Kemiri, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (18/12/2008).

Acara temu antarparpol Islam ini diprakarsai oleh Din sendiri. Hadir juga di acara ini antara lain Ketua MUI Amidhan, Ketua Umum Partai Bintang Reformasi (PBR) Bursah Zarnubi, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, dan Wakil Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Hamdan Zoelva.

Din tidak ingin acara ini dikait-kaitkan dengan pemilihan presiden. Bagi Din, konsolidasi antar parpol harus terus didorong.

"Ini bagian dari konsolidasi berbagai parpol Islam yang harus kita lakukan terus menerus. Ini harus kita dorong juga, termasuk dengan parpol nasionalis," papar Din.

Sementara itu mengenai wacana poros tengah, Din ingin agar Islam dapat mengisi masa reformasi yang sedang terjadi di negara ini. Islam harus memainkan peranannya di masa sekarang.

"Jangan sampai jadi Islam simbolis, Islam tapi nggak bisa apa-apa," tegas Din.(mok/nwk)

Jadi Capres PMB, Din Syamsuddin Tersanjung



Foto: Indra Shalihin
Jakarta - Din Syamsuddin telah resmi dijadikan calon presiden (capres) oleh Partai Matahari Bangsa (PMB). Din merasa tersanjung atas pencapresan tersebut.

"Saya belum tahu dan belum dengar. Tapi sebagai manusia saya tersanjung. Saya ucapkan terima kasih," kata Din di Gedung CDCC, Jl Kemiri, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (18/12/2008).

Meski begitu, Din mengaku belum bisa mengambil keputusan apapun terkait pencalonan ini karena masih menjabat sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah. Menanggapi kansnya untuk menang, menurut Din, hal ini tergantung perolehan suara yang akan dicapai oleh PMB dalam pemilu legislatif mendatang.

"Kita lihat saja, apakah nanti bisa 25 persen. Mungkin kalau PMB dapat suara besar, menarik juga itu," kata Din.(mok/iy)

PMB: Pokoknya Din Capres


Jakarta - Partai Matahari Bangsa (PMB) memproklamasikan keputusannya mengusung Din Syamsuddin sebagai capres mereka dalam Pilpres 2009. Uniknya orang yang mendapat kehormatan dijadikan capres tersebut malah tidak diundang dalam acara proklamasi itu.

"Pokoknnya Din Syamsuddin capres. Tapi itu tergantung Pak Din sendiri," jawab Ketum DPP PMB Imam Addaruqutni ditanya perihal kesediaan Din untuk menjadi capres dari PMB.

Ini disampaikannya usai proklamasi Din Syamsuddin sebagai bakal calon presiden oleh PMB. Acara berlangsung di Hotel Grand Cempaka, Jl Letjen Suprapto, Jakarta Pusat, Kamis (18/12/2008).

Pada kesempatan sama Sekjen PMB Ahmad Rofiq menambahkan, pengajuan Din Syamsuddin sebagai bakal capres adalah murni keputusan internal partai. Maka dengan demikian PMB berada dalam posisi sebagai pelamar Din, dan bukan pihak yang dilamar oleh Din.

"PMB tidak pernah mau dilamar, PMB yang akan melamar. Karena kalau melamar itu murni aspirasi partai, sedangkan dilamar kan kesannya beda," jelasnya.

Perihal tidak hadirnya Din Syamsuddin, Ahmad menegaskan bahwa sebelum proklamasi pihaknya sudah melakukan komunikasi dengan bakal capres PMB itu. Menurut dia, ulama yang sekarang masih menjabat sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah tersebut memberi tanggapan positif.

"Tinggal nanti diprospek saja ke beliau. Kalau sudah ada persiapan kita akan launching lebih besar, mungkin sekitar Januari 2009," sambungnya.

Demi memuluskan langkah Din Syamsuddin menuju kursi RI1, tidak tertutup kemungkinan PMB menjalin koalisi dengan partai politik lain. Tapi bagaimana prakteknya nanti tentu saja tergantung pada hasil Pemilu 2009 mendatang.

"Kita lihat hasil pemilu dulu, apakah nanti dilakukan pendekatan secara ideologis maupun strategis," ujar Ahmad.

(lh/nrl)

PMB: Din Bisa Jadi Pilihan Baru untuk Pilpres 2009




Jakarta - Din Syamsuddin telah dicapreskan oleh Partai Matahari Bangsa (PMB). Pria yang menjabat Ketua PP Muhammadiyah itu dinilai berbeda dari calon-calon lain yang muncul.

"Yang satu ini (Din) lain dari yang lain," kata Ketua PMB Imam Addaruqutni seusai deklarasi capres Din Syamsuddin oleh PMB di Hotel Grand Cempaka, Jalan Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta Timur, Kamis (18/12/2008).

Imam optimistis, Din dapat menjadi pilihan baru bagi rakyat Indonesia. "Inilah jawaban dari PMB setelah masyarakat menanyakan. Pak Din merupakan pilihan baru, jangan sampai Pemilu 2009 calonnya lo lagi lo lagi," tandasnya.

Sementara itu Sekjen PMB Ahmad Rofiq yakin, Din punya peluang yang cukup besar. Pribadi Din, kata dia, bisa menjual.

"Dia memenuhi 18 kriteria capres kami. Serba 18 karena nomor urut PMB juga 18," ujarnya.

"Dia itu figur muda, baru, berpendidikan, berani dan tentu saja tegas," lanjut Ahmad.(ken/iy)

Din: Muhammadiyah Akan Rundingkan Pematenan Ahmad Dahlan




Foto: Dokumentasi detikcom

Banten - PP Muhammadiyah menanggapi usulan pematenan KH Ahmad Dahlan. PP Muhammadiyah akan merundingkan wacana ini secara nasional.

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin usai menghadiri Tabligh Akbar Muhammadiyah se-Banten dan Milad Muhammadiyah ke-98 di Desa Kademangan, Kecamatan Curuk, Kabupaten Tangerang, Minggu (16/11/2008).

"Kami akan membawa masalah ini dan merudingkannya secara nasional dalam lingkup Muhammadiyah," ujar Din.

Menurut Din, sosok Ahmad Dahlan bukan hanya milik warga Muhammadiyah. Tokoh pendiri Muhammadiyah itu sudah menjadi tokoh nasional. Karena itu pematenan Ahmad Dahlan sebagai ikon Muhammadiyah butuh kajian yang mendalam.

"Mempatenkan Kiai Ahmad Dahlan menjadi tokoh Muhammadiyah butuh kajian lebih dalam. Kita harus mengacu kepada etika dan sarikat Muhammadiyah, sebab Ahmad Dahlan juga tokoh nasional," tandas Din

Beberapa hari yang lalu, tokoh muda Muhammadiyah yang juga Ketua Bappilu Partai Matahari Bangsa (PMB), Yusuf Warsyim mengatakan perlu dipikirkan lebih lanjut untuk mematenkan KH Ahmad Dahlan. Hal ini dimaksudkan agar sengketa tokoh tidak terjadi lagi ke depannya.

Menurut Yusuf, tidak hanya partai di luar Muhammadiyah saja yang nantinya harus meminta izin jika KH Ahmad Dahlan sudah dipatenkan. Partai-partai berbasis Muhammadiyah juga harus memperoleh izin terlebih dahulu.

(ddt/djo)

Kamis, 11 Desember 2008

Menilik Usia Bakal Calon Presiden


Kamis, 11 Desember 2008 | 01:13 WIB

Oleh Sutta Dharmasaputra

Berdasarkan prinsip biologi, usia binatang menyusui adalah 5-7 kali masa pertumbuhan hingga dewasanya. Dengan mengambil masa tumbuhnya gigi susu yang terakhir pada manusia sebagai patokan perhitungan, yakni usia 20-25 tahun, rentang hidup manusia seyogianya terpendek 100 tahun dan terpanjang 175 tahun. Usia normal rata-rata manusia adalah 120 tahun.

Namun, manusia yang semestinya dapat hidup rata-rata 120 tahun ternyata banyak yang belum mencapai 70 tahun sudah wafat. Usia manusia diperpendek 50 tahun. Lebih awal kena penyakit, lebih awal lumpuh, lebih awal wafat, menjadi gejala umum masyarakat kini. Profesor Hung Zhao Guang, dokter spesialis pencegahan penyakit, lulusan Shanghai First Medical Institute dan doktor dari Chicago North Western University, Amerika Serikat, menyampaikan hal itu dalam salah satu makalahnya yang dialihbahasakan Suryono Limputra (2002).

Seiring dengan kian dekatnya pemilu dan kian banyak yang menyatakan kesiapan sebagai calon presiden, tidak ada salahnya menilik usia mereka. Yang pasti, bila seorang presiden atau wakil presiden terpilih tidak bisa menjalankan tugasnya pada masa jabatannya, akan membuat gonjang-ganjing politik, ekonomi, sosial, dan keamanan yang bisa merugikan 220 juta penduduk di negeri ini.

Memang, tidak mudah menentukan siapa yang paling layak memimpin negeri ini. Pasalnya, pemilihan presiden bukan seperti pemilihan pelajar teladan. Banyak hal tidak bisa dibandingkan secara paralel. Yang pernah menjabat presiden tentu lebih punya pengalaman dibandingkan yang belum. Namun, belum tentu yang punya pengalaman lebih baik memimpin pada lima tahun mendatang karena tantangan yang dihadapi belum tentu sama dengan yang dihadapi sebelumnya.

Yang paling mungkin dilakukan adalah memprediksi tantangan atau masalah riil yang akan dihadapi lima tahun mendatang dan memprediksi siapa di antara calon yang mampu menjawab tantangan itu dengan lebih baik, berdasarkan potensi yang dimilikinya saat ini. Faktor usia hanyalah salah satu dari sekian banyak faktor yang bisa dijadikan pertimbangan.

Komparasi usia

Dari sekian banyak figur yang menyatakan kesiapannya menjadi presiden atau disebut-sebut memiliki peluang menjadi presiden, kalau ditilik dari sisi usia, ternyata beragam.

Yang paling muda adalah Yuddy Chrisnandi, anggota DPR. Jika terpilih, saat pelantikan pada 20 Oktober 2009, usianya baru 41 tahun 4 bulan. Fadjroel Rachman yang mendorong calon presiden independen juga tergolong muda. Jika terpilih dan dilantik, ia baru berusia 45 tahun 9 bulan. Rizal Ramli, jika terpilih dan dilantik, usianya ”baru” menjelang 56 tahun.

Yang paling tua adalah Abdurrahman Wahid. Jika terpilih dan dilantik, ia sudah berusia 69 tahun 2 bulan. Wakil Presiden M Jusuf Kalla, jika maju dan terpilih, pada saat dilantik, sudah berusia 67 tahun 5 bulan.

Di antara figur yang memiliki latar belakang militer, yang paling tua adalah Sutiyoso. Ia lebih ”senior” dibandingkan Wiranto dan Susilo Bambang Yudhoyono. Prabowo Subianto adalah yang termuda. Dari elite parpol, seperti Akbar Tandjung, Sultan Hamengku Buwono X, Agung Laksono, Surya Paloh, dan Megawati Soekarnoputri, jika terpilih dan dilantik, usianya di atas 60 tahun. Yang lebih muda, adalah Hidayat Nur Wahid, Soetrisno Bachir, Fadel Muhammad, dan Marwah Daud Ibrahim.

Mengacu definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), calon yang berusia 60 tahun tentu lebih menggembirakan. WHO menyebut, di bawah 65 tahun tergolong usia pertengahan (middle age); usia 65-74 tahun tergolong junior old age; usia 75-90 tahun baru tergolong formal old age; dan 90-120 tahun adalah longevity old age (orang tua yang berumur panjang).

Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Azrul Azwar seusai rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, beberapa saat lalu, mengatakan, usia harapan hidup di Indonesia lebih rendah daripada negara lain, termasuk di Asia Tenggara. Usia harapan hidup Indonesia adalah 65 tahun, Brunei Darussalam (76), Singapura (77), Malaysia (72), Thailand (72), Filipina (69), dan Vietnam (68).

Tak heran, saat usia pensiun hakim agung Mahkamah Agung hendak diperpanjang dari 65 menjadi 70 tahun, banyak kalangan juga memprotesnya.

Pemimpin dunia

Memerhatikan kecenderungan pemimpin dunia yang terpilih belakangan ini memang cenderung muda. Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad yang lahir 28 Oktober 1956, saat dilantik 6 Agustus 2005, berusia 48 tahun. Presiden Rusia Dmitry Medvedev jauh lebih muda lagi, yaitu 42 tahun. Presiden Bolivia Juan Evo Morales Ayma saat dilantik 22 Januari 2006, baru berusia 47 tahun. Presiden Amerika Serikat terpilih, Barack Obama, berusia 47 tahun.

Namun, Perdana Menteri Jepang Taro Aso saat dilantik 24 September lalu sudah berusia di atas 68 tahun. Taro lahir pada 20 September 1940.

Menurut peneliti senior Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Bivitri Susanti, dalam pemilu di AS lalu, faktor usia termasuk isu yang dipertimbangkan banyak pemilih. Anak muda diasumsikan bisa membawa perubahan meski tidak semua yang muda pasti progresif. ”Isu mudanya Obama salah satu yang membuat orang kepincut,” kata mahasiswa University of Washington, Seattle, AS, itu.

Alasan lain adalah soal kesehatan. Banyak pemilih khawatir bila McCain yang berusia 72 tahun meninggal di tengah masa jabatannya, lalu digantikan Sarah Palin yang belum berpengalaman.

”Hakim agung di AS yang juga seumur hidup pada kenyataannya mereka dinilai tidak tajam lagi ketika mencapai umur tertentu,” papar Bivitri.

Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, berpandangan, yang lebih penting untuk diperhatikan bukan usia, tetapi kesehatannya. ”Jauh lebih penting lagi, bisa berpikir dengan akal sehat atau tidak? Jangan menjadi setan korupsi,” tambahnya, pekan lalu.

Fakta politik juga menunjukkan, banyak figur calon presiden yang lebih senior lebih populer ketimbang yang muda. Yang juga perlu dicermati adalah perilakunya, demokratis atau tidak. ”Masa di zaman demokrasi itu dipilih yang otoriter,” papar Arbi lagi. Pemilih pada Pemilu 2009 harus dibuat dewasa.

Koalisi Partai Islam Perlu untuk Representasi Umat

Kamis, 11 Desember 2008 | 01:13 WIB

Jakarta, Kompas - Koalisi partai Islam dan partai berbasis massa Islam perlu untuk memberikan kemajuan bagi umat dan agar representasi politik Islam tetap berlanjut serta marwah politik Islam tetap terjaga.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menyampaikan pandangannya ini dalam peringatan Milad Ke-99 Muhammadiyah di Jakarta, Selasa (9/12) malam. ”Kekuatan politik Islam yang tersebar di banyak parpol jangan menjadi faktor kelemahan, tetapi merupakan kekuatan Islam pada ranah politik,” ujarnya.

Banyaknya parpol Islam, menurut Din, selain berpotensi memecah belah umat Islam, juga dapat membawa kekalahan politik. Apalagi selama ini perolehan suara parpol Islam dan parpol berbasis massa Islam pada beberapa pemilu cenderung konstan di bawah 40 persen.

”Kalaupun ada parpol yang memperoleh tambahan suara, adalah karena mengambil suara saudaranya sendiri dari parpol Islam lain,” ujarnya.

Ajakan ini, menurut Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Irgan Chairul Mahfiz, merupakan ajakan yang simpatik dan perlu direspons secara positif. Keinginan beraliansi sesama Partai Islam merupakan kehendak yang wajar dan merupakan cita-cita bersama.

”Bagaimanapun sesama partai Islam dan partai berbasiskan umat Islam jelas memiliki irisan platform, kepentingan politik, dan semangat keagamaan yang sama sehingga memudahkan untuk merealisasikan cita-cita dan idealisme partai Islam serta umat Islam,” ujarnya.

Waspadai politisasi agama

Sementara itu, berbagai kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan rawan dijadikan sebagai alat tawar politik menjelang Pemilu 2009. Komodifikasi agama menjadi isu politik biasanya dilakukan melalui perumusan peraturan dan berbagai kebijakan publik.

Demikian catatan laporan tahunan The Wahid Institute 2008 ”Pluralisme Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia” yang disampaikan peneliti The Wahid Institute, Rumadi, Rabu siang.

Dengan menggunakan isu demokratisasi, isu-isu eksklusivitas dalam beragama didesakkan bukan hanya kepada pemerintah, tetapi sengaja dipelihara sebagai alat tawar dukungan pada pemilu nanti.

Partai politik diharapkan tidak larut dalam isu tersebut, tetapi justru turut membangun kedewasaan publik dalam menerima keberagaman yang ada dalam masyarakat. Parpol tak perlu mengaduk-aduk emosi keagamaan masyarakat dengan jargon dan isu agama hanya demi memperoleh suara semata.

Selama Januari-November 2008, The Wahid Institute mencatat ada 232 kasus dalam 280 tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Sedangkan laporan Setara Institute 2007 tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan pada rentang waktu yang sama menunjukkan adanya 135 kasus dalam 185 tindak pelanggaran.

Menurut Rumadi, kasus pelanggaran yang paling dominan adalah kekerasan berbasis agama (55 kasus) dan penyesatan (50 kasus). Penguasaan agama atas ruang publik dengan tampilan yang tidak ramah dan mengobarkan persaingan antarumat semakin meningkat.

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ifdhal Kasim mengatakan, terlibatnya negara sebagai pelaku pelanggaran kebebasan beragama menunjukkan ketidakmampuan negara dalam memfasilitasi dan melindungi semua warga negara akibat lemahnya aparat penegak hukum.(mam/mzw)

Sabtu, 06 Desember 2008

Zakat Profesi

Pertanyaan:
1. Bagaimana ketentuan penghitungan zakat profesi/gaji pensiun? (Hal ini berkaitan dengan adanya perbedaan antara yang tertulis di Suara Muhammadiyah dan Buku Petunjuk Praktis Penghitungan Zakat)
2. Mana yang benar, nishab zakat profesi diqiyaskan pada perdagangan atau pertanian?
Pimpinan Cabang Muhammadiyah Moga Pemalang
Jawa Tengah
(disidangkan pada Jum’at, 11 Jumadal Ula 1429 H/
16 Mei 2008 M)

Jawaban:
Kedua pertanyaan saudara akan kami rangkum dalam satu jawaban. Namun sebelumnya, untuk memperjelas permasalahan berikut ini kami kutipkan kembali secara ringkas ketentuan zakat profesi yang telah dimuat dalam Suara Muhammadiyah, dan yang dimuat dalam Buku Petunjuk Praktis Penghitungan Zakat yang disusun PCM Moga Pemalang.
Ketentuan zakat profesi yang dimuat dalam Suara Muhammadiyah adalah sebagai berikut: “Zakat Profesi dikeluarkan setelah dikurangi dengan biaya kebutuhan hidup secara wajar, seperti untuk kebutuhan pangan, sandang, perumahan, biaya pendidikan, biaya kesehatan, transportasi dan lain sebagainya; apabila dalam jangka satu tahun mencapai jumlah uang seharga 85 gram emas murni (24 karat), maka dikeluarkan zakatnya 2,5%”.
Sementara, ketentuan zakat profesi yang dimuat dalam buku Pedoman Zakat Praktis yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Lazis Muhammadiyah, yang dijadikan rujukan oleh PCM Moga dalam menyusun buku Petunjuk Praktis Penghitungan Zakat adalah sebagai berikut: “Hasil profesi yang berupa harta dikategorikan berdasarkan qiyas atas kemiripan (syabbah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada, yakni: Model bentuk harta yang diterima sebagai penghasilan berupa uang yang nisabnya adalah senilai dengan 552 kg beras, jika diqiyaskan dengan zakat pertanian, atau 85 gram emas jika diqiyaskan dengan zakat emas, sedangkan besarnya zakat yang harus dibayar adalah 2,5%”.
Dari kedua keterangan tersebut, memang terlihat ada perbedaan, yaitu pada pengiyasan zakat profesi dan pada ketentuan dikeluarkannya; apakah setelah dipotong biaya hidup atau sebelumnya.
Sebenarnya Fatwa Tarjih mengenai zakat profesi tidak hanya dimuat sekali dalam Suara Muhammadiyah, tetapi tidak ada salahnya kami pertegas kembali.
Zakat profesi memang merupakan hasil ijtihad para ulama mutakhir, yang belum pernah ada di zaman Rasulullah saw, sehingga wajar jika terjadi banyak perbedaan pendapat. Namun demikian, Musyawarah Nasional Tarjih XXV tahun 2000 di Jakarta telah menetapkan bahwa zakat profesi itu hukumnya wajib, dengan ketentuan nisab setara dengan 85 gram emas 24 karat, dan kadarnya sebesar 2,5%. Dalam hal ini berarti zakat profesi diqiyaskan kepada zakat mal (harta).
Sedangkan, mengenai pengeluarannya, sebagaimana telah dibahas dan dimuat dalam Tanya Jawab Agama Jilid III cetakan ke-3 halaman 157-159, dan Jilid V cetakan ke-2 halaman 95-96, Tim saat ini masih cenderung berpendapat bahwa zakat profesi dikeluarkan setelah dikurangi biaya hidup yang ma’ruf (layak). Yaitu, yang benar-benar biaya kebutuhan pokok atau kebutuhan primer, seperti kebutuhan pangan, sandang, perumahan, biaya pendidikan, kesehatan, transportasi dan sebagainya. Dan ukurannya adalah sesuai dengan ‘urf masing-masing daerah.
Hal ini didasarkan pada firman Allah:

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” (Q.s. Al-Baqarah: 219)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa menurut Ibnu Abbas, al-’Afw adalah “sesuatu yang lebih dari kebutuhan keluarga”. Demikian juga diriwayatkan dari Ibnu Umar, Mujahid, ‘Atha, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Muhammad bin Ka’ab, Hasan, Qatadah, Qasim, Salim, ‘Atha Khurasani, Rabi’ah bin Anas, dan lainnya berpendapat bahwa arti al-’Afwu dalam ayat tersebut adalah “lebih”.
Hal ini juga ditunjukkan di dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, yang bersumber dari Abu Hurairah:

Artinya: “Seorang laki-laki berkata: Wahai Rasulullah, saya memiliki satu dinar. Lalu Rasulullah saw menjawab: Nafkahkanlah untuk dirimu sendiri. Ia berkata lagi: Saya mempunyai yang lain lagi. Rasulullah saw menjawab: Nafkahkanlah kepada keluargamu. Ia berkata lagi: Saya mempunyai yang lain lagi. Rasulullah saw menjawab: Nafkahkanlah kepada anakmu. Ia berkata lagi: Saya mempunyai yang lain lagi. Rasulullah saw menjawab: Kau (berarti sudah) mempunyai kelapangan.”
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan seseorang, istri, dan anaknya lebih didahulukan daripada kebutuhan orang lain.
Muslim juga meriwayatkan dari Jabir, bahwa Rasulullah saw berkata kepada seorang laki-laki:

Artinya: “Berikanlah terlebih dahulu untuk kepentingan dirimu; bila lebih, maka untuk istrimu; bila masih lebih, maka untuk keluarga terdekatmu; bila masih lebih lagi, berikanlah untuk lain-lain”. [HR. Muslim]
Meskipun Hadits-Hadits ini adalah tentang sedekah sunnah, tetapi secara umum memberikan petunjuk tentang etika Islam dalam berinfak, dan bahwa sasarannya adalah “sesuatu yang lebih”, sebagaimana yang dipahami oleh Jumhur Ulama.
Pengambilan zakat dari pendapatan atau gaji bersih dimaksudkan supaya hutang bisa dibayar bila ada dan biaya hidup seseorang dan yang menjadi tanggungannya bisa dikeluarkan, karena biaya hidup terendah merupakan kebutuhan pokok seseorang.
Sehubungan zakat profesi diqiyaskan kepada emas, maka disyaratkan adanya haul. Jadi, semua harta yang didapat selama satu tahun berjalan digabungkan, dan jika ada sisa harta dalam satu tahun yang mencapai nisab maka wajib dikeluarkan zakatnya.
Tetapi, dalam hal ini boleh juga mempercepat pengeluaran zakat. Hal ini berdasarkan Hadits dari Ali r.a.:

Artinya: “Bahwa Abbas bin Abdul Muthallib bertanya kepada Rasulullah saw dalam menyegerakan (mempercepat) pengeluaran zakatnya sebelum datang waktu halalnya (satu tahun), lalu Nabi saw mengizinkan hal itu”. [HR. lima ahli Hadits kecuali an-Nasa’i]
Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar menyebutkan bahwa sanad Hadits ini ada komentar, tetapi dikuatkan oleh Hadits-Hadits lain, di antaranya riwayat Abu Dawud dan Thayalisi dari Hadits Abu Rafi’:

Artinya: “Sesungguhnya Nabi saw. berkata kepada Umar: Sesungguhnya kami telah mempercepat pengeluaran zakat harta Abbas pada tahun pertama”.
Jadi, jika mempunyai penghasilan tetap, yang bisa diprediksi jika dihitung untuk waktu satu tahun ke depan telah mencapai nisab, maka bisa dikeluarkan zakatnya pada saat mendapatkan penghasilan itu.

Contoh Perhitungan Zakat Profesi
Gaji seorang pegawai sebuah perusahaan swasta nasional adalah Rp. 3.500.000,- per bulan. Setelah dipotong biaya hidup sehari-hari seperti biaya dapur/makan, pendidikan, kesehatan, listrik, pembayaran hutang dan kebutuhan pokok lainnya ternyata masih tersisa Rp. 1.850.000,- Jika dikalkulasi, dalam setahun ia mendapat Rp. 1.850.000,- x 12 = Rp. 22.200.000,-. Nishab zakat profesi adalah setara harga 85 gr emas murni 24 karat. Jika harga emas murni 24 karat per gram adalah Rp. 250.000,-, maka nishab zakat profesi adalah Rp. 21.250.000.
Dengan demikian, gaji pegawai tersebut sudah mencapai nisab, dan ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5% x Rp. 1.850.000,- = Rp. 46.250,- jika dikeluarkan per bulan, atau 12 x 2,5% x Rp. 1.850.000,- = Rp. 555.000,- jika dikeluarkan per tahun.
Wallahu a’lam bish-shawab. putm*)

Muh Tidak Bermahzab

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr.wb.
Saya sebagai warga Muhammadiyah di Malang kadang merasa bingung, kenapa Muhammadiyah tidak bermadzhab seperti NU yang cenderung ke Imam Syafi’i dan mengapa Muhammadiyah tidak menggunakan qunut dalam shalat baik di waktu Shubuh ataupun waktu shalat Tarawih karena di negara kita sekarang lagi banyak terkena bencana? Terima kasih atas jawaban pengasuh, karena jawaban ini akan semakin meneguhkan keyakinanku, bahwa Muhammadiyah adalah salah satu ormas yang bertujuan untuk pemurnian agama Islam.
Wassalamu’alikum wr. wb.
Pertanyaan Dari:
Fahmi Abdul Halim, Malang Jawa Timur
(disidangkan pada: Jum’at, 4 Jumadal Ula 1429 H / 9 Mei 2008 M)

Jawaban:

Untuk memperjelas permasalahan, jawaban atas pertanyaan saudara kami kelompokkan dalam 2 (dua) nomor sebagai berikut:
1. Menjawab pertanyaan tentang, Mengapa Muhammadiyah tidak bermadzhab?, ada baiknya kami paparkan sedikit isi dari salah satu di antara pokok-pokok Manhaj Majelis Tarjih yang berbunyi “Tidak mengikat diri kepada suatu madzhab, tetapi pendapat-pendapat madzhab dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan hukum, sepanjang sesuai dengan jiwa al-Qur’an dan as-Sunnah atau dasar-dasar lain yang dipandang kuat”.
Dari sana dapat difahami bahwa Muhammadiyah memang tidak terikat kepada salah satu di antara madzhab-madzhab tertentu, akan tetapi juga bukan berarti Muhammadiyah anti dengan madzhab, kita tidak meragukan kualitas keilmuan para imam-imam madzhab. Namun, bagaimanapun juga pendapat-pendapat para imam tidaklah memiliki kebenaran secara mutlak sebagaimana kebenaran al-Qur’an dan as-Sunnah ash-Shahihah. Pendapat-pendapat para imam tersebut sangat erat kaitannya dengan kondisi pada masa mereka hidup, yang tentunya akan terdapat perbedaan dan juga akan ada hal-hal yang kurang relevan lagi dengan masa kita sekarang. Apa yang dilakukan Muhammadiyah - melaksanakan agama bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah - ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw:

Artinya: “Diriwayatkan dari Anas bin Malik berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda: Aku telah meninggalkan kepadamu sekalian dua perkara, tidak akan tersesat kamu selama berpegang teguh dengan keduanya yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”. [Diriwayatkan oleh Malik dalam kitab Muwattha’].
Dan juga, apa yang dikatakan oleh salah satu Imam madzhab, yaitu Imam Ahmad Bin Hanbal yang berbunyi:

Artinya: “Janganlah engkau taqlid kepadaku, demikian juga kepada Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Auza’i dan Imam ats-Tsauri. Namun, ambillah (ikutilah) dari mana mereka (para Imam itu) mengambil (yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah)”.
Singkatnya, tidak mengikuti pada madzhab-madzhab tertentu bukan berarti tidak menghormati pendapat para imam fuqaha, namun hal ini justru langkah untuk menghormati mereka karena mengikuti metode dan jalan hidup mereka serta melaksanakan pesan-pesan mereka agar tidak bertaqlid. Jadi, sebenarnya hal penting yang perlu diikuti adalah menggali pandapat itu dari sumber pengambilan mereka yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw yang shahih yang tidak diragukan lagi kebenarannya.

2. Permasalahan qunut sebenarnya telah dijawab pada keputusan Muktamar Tarjih Wiradesa dan sudah termaktub dalam buku Himpunan Putusan Tarjih hal. 366-367, dan telah dijawab oleh Tim PP. Muhammadiyah Majelis Tarjih dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 2.
Pengertian qunut secara definitif adalah tunduk pada Allah dengan penuh kebaktian dan juga bisa berarti tulul qiyam atau berdiri lama untuk membaca dan berdoa di dalam shalat sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw dan ini termasuk ada tuntutannya (masyru’), berdasarkan Hadits Nabi saw:

Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir, bahwa Nabi saw bersabda: Shalat yang paling utama adalah berdiri lama (untuk membaca doa qunut)”. (HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).
Adapun qunut diartikan dengan arti khusus yakni berdiri lama ketika i’tidal dan membaca doa: Allahummahdiny fiman hadait … dan seterusnya di waktu shalat Subuh hukumnya diperselisihkan ulama, di samping doa tersebut juga sebagai doa qunut witir berdasarkan Hadits:

Artinya: “Diriwayatkan dari Hasan bin Ali, ia berkata: Rasulullah saw telah mengajarkan kepadaku tentang kalimat-kalimat yang aku baca ketika melakukan qunut witir: Allahumma-hdini fiman hadait, wa’afini fiman ‘afait, watawallani fiman tawallait wabarikli fima a’thaita wa qini syarra ma qadzaita fainnaka taqdzi wala yuqdza ‘alaika innahu la yadzillu man wallaita tabarakta rabbana wa ta’alaita”. (HR. lima ahli Hadits)
Majelis Tarjih memilih untuk tidak melakukan doa qunut karena melihat Hadits-Hadits tentang qunut Subuh dinilai lemah dan banyak diperselisihkan oleh para ulama. Di samping itu terdapat Hadits yang menguatkan tidak adanya qunut Subuh. Dalam riwayat beberapa imam disebutkan sebagai berikut:

Artinya: “Khatib meriwayatkan dari jalan Qais bin Rabi’ dari Ashim bin Sulaiman, kami berkata kepada Anas: Sesungguhnya suatu kaum menganggap Nabi saw itu tidak putus-putus berqunut di (shalat) subuh, lalu Anas berkata: Mereka telah berdusta, karena beliau tidak qunut melainkan satu bulan, yang mendoakan kecelakaan satu kabilah dari kabilah-kabilah kaum musyrikin”. (HR al-Khatib)
Begitu pula doa qunut witir yang dibaca sesudah i’tidal sebelum sujud pada rakaat terakhir di malam shalat witir baik dalam bulan Ramadlan maupun dipertengahannya, tidak disyariatkan. Karena itu, tidak perlu untuk diamalkan. Dalil-dalil yang menyatakan adanya doa qunut seperti riwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi, riwayat an-Nasa’i, riwayat Ahmad dan riwayat Ibnu Majah dipandang kurang kuat karena ada perawi-perawi yang dipandang dhaif.
Adapun yang ada tuntunannya itu ialah qunut NAZILAH yakni dilakukan setiap shalat selama satu bulan di kala kaum Muslimin menderita kesusahan dan tidak hanya dikhususkan untuk shalat tertentu saja. Dan ini berdasarkan Hadits Nabi saw bahwa beliau pernah melakukannnya selama sebulan kemudian meninggalkannya setelah turun peringatan Allah SwT.

Artinya: “Berkata al-Bukhari: Berkata Muhammad bin Ajlan dari Nafi’, dari Umar, katanya: Pernah Rasulullah saw mengutuk orang-orang musyrik dengan menyebut nama-nama mereka sampai Allah menurunkan ayat 127 surah Ali Imran: Laisa laka minal-amri syaiun (tidak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu)”.
Pemahaman yang dapat diambil dari riwayat tersebut ialah:
a. Bahwa QUNUT NAZILAH tidak lagi boleh diamalkan.
b. Boleh dikerjakan dengan tidak menggunakan kata-kata kutukan dan permohonan pembalasan terhadap perorangan.
Wallahu a’lam bish-shawab. putm*)l

Fatwa Tanah Wakaf Terlantar

Pertanyaan:
1. Tanah wakaf terlantar karena tidak/belum ada dana untuk membangun sesuai dengan niat wakif. Dan ini terlantar cukup lama.
2. Tanah wakaf terlantar sebab tidak dapat dibangun karena niat wakif tidak sesuai dengan kondisi/keadaan setempat. Misalnya, wakaf untuk masjid, padahal sekitar tanah wakaf sudah ada masjid, sehingga tanah wakaf tersebut terlantar.
3. Untuk menghindari tanah terlantar di atas, kita usahakan membangun di atas tanah wakaf tersebut, bangunan yang bersifat komersial (sesuai dengan letak tanah) misalnya untuk mall, hotel dan sebagainya sepeti yang dilakukan oleh Muhammadiyah Singapura.
Majelis Wakaf dan ZIS PP Muhammadiyah
(disidangkan pada Jum’at, 2 Jumadats-Tsaniyah 1429 H/6 Juni 2008 M)

Jawaban:
Dari pertanyaan yang diajukan dapat diungkapkan dengan kalimat yang lain bahwa tanah wakaf terlantar dapat terjadi karena:
1. Tidak/belum ada dana untuk membangun sesuai dengan niat wakif.
2. Niat wakif tidak/kurang mewujudkan kemaslahatan bagi umat/masyarakat setempat, karena di tempat itu telah tersedia sarana yang sama dengan niat wakif.

Persoalannya adalah untuk meghindari agar tanah wakaf tersebut tidak terlantar, bolehkah di atas tanah wakaf tersebut didirikan bangunan yang bersifat komersial?
Wakaf adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan menahan harta miliknya dari lalu lintas muamalat dan menyerahkan manfaatnya untuk kepentingan umat atau anggota masyarakat dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah SwT. Dengan demikian, wakaf dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk infak atau membelanjakan harta yang dituntunkan dalam ajaran agama. Islam sangat menganjurkan umatnya untuk berinfak (termasuk wakaf) dan sekaligus memberikan penghargaan yang sangat tinggi nilainya kepada wakif (pewakaf). Anjuran itu antara lain terdapat dalam firman Allah:

Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Q.s. Ali Imran [3]: 92)
Dalam hadits disebutkan:

Artinya: “Diriwayatkan dari Ishaq Ibn ‘Abdullah Ibn Abi Thalhah bahwa ia mendengar Anas Ibnu Malik ra berkata: Abu Thalhah adalah orang Anshar di Madinah yang terbanyak hartanya yang berupa kebun kurma. Harta yang paling disenangi adalah kebun Bairuha yang berhadapan dengan masjid (nabawi). Rasulullah saw pernah masuk ke kebun itu dan minum airnya yang sangat bagus. Anas berkata, ketika ayat: Lan tanalul-birra hatta tunfiqu mimma tuhibbun, Abu Thalhah menghadap Rasulullah saw seraya berkata, wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah SwT telah berfirman: Lan tanalul-birra hatta tunfiqu mimma tuhibbun. Sesungguhnya di antara harta-harta yang paling saya senangi adalah kebun Bairuha; Harta itu saya shadaqahkan untuk Allah dan saya mengharap balasan kebaikan dan simpanan (pahala) di sisi Allah. Ya, Rasulullah silakan apa yang akan anda lakukan menurut petunjuk Allah kepadamu terhadap kebun itu. Anas Ibn Malik berkata: Rasululah saw bersabda: Bagus sekali. Itu harta yang menguntungkan, itu harta yang menguntungkan. Saya telah mendengar apa yang kau ucapkan. Menurut saya, kau shadaqahkan harta itu kepada kaum kerabatmu. Abu Thalhah berkata: Wahai Rasulullah akan saya lakukan hal itu. Kemudian Abu Thalhah membagi harta itu kepada kerabatnya dan anak pamannya”. [HR. al-Bukhari]

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: Apabila seseorang meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga, yaitu: shadakah jariyah (wakaf) ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih”. [HR. Muslim]
Dalam pada itu wakif juga diberi kebebasan untuk memberi persyaratan terhadap harta yang diwakafkan –sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan syara. Dalam kaidah fiqhiyyah, disebutkan:

Artinya: Syarat yang ditentukan oleh wakif mempunyai kekuatan hukum seperti yang ditetapkan oleh syara.
Atas dasar kaidah tersebut wakif diberi kebebasan untuk meniatkan atau mengikrarkan tujuan wakafnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan syara.
Di antara ketentuan syara yakni, menarik (mendatangkan) kemaslahatan dan menolak (menghindari) kerusakan

Kemashlatan sebagai dasar dari ajaran Islam, dijelasan oleh Ibnul-Qayyim:

Artinya: “Sesungguhnya syariah dibangun dan didasarkan kepada hikmah dan kemaslahatan hamba baik untuk kehidupan dunia mapun untuk kehidupan akhirat”. [I’lamul Muwaqqi’in, Juz II halaman 14]
Sejalan dengan pernyataan di atas, asy-Syathibi menegaskan bahwa:

Artinya: “Ditetapkan hukum-hukum syariah tidak lain adalah untuk kemaslahatan hamba dalam kehidupan di dunia sekaligus dalam kehidupan di akhiratnya.” [al-Muwafaqat, Juz II halaman 2]
Sedangkan yang berkaitan dengan menghindari kerusakan, banyak ditemui ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi larangan untuk berbuat kerusakan. Di antaranya yaitu:

Artinya: “… dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.” (Q.s. Al-Baqarah [2]: 60).

Artinya: “…dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan”. (Q.s. Al-Maidah [5]: 64).

Artinya: “… dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan”. (Q.s. Al-A’raf [7]: 142)
Islam melarang kerusakan karena kerusakan adalah perbuatan yang mendatangkan kerugian (kemadlaratan) bagi kehidupan manusia. Dalam Hadits disebutkan:

Artinya: “Diriwayatkan dari Ubadah Ibn Shamit bahwa Rasulullah saw menetapkan tidak boleh membuat kemadlaratan dan tidak boleh saling melakukan kemadlaratan”. [HR. Ibnu Majah]
Di antara perbuatan yang tidak mendatangkan kemaslahatan dan dapat dipastikan akan menimbulkan kerugian adalah berlaku mubadzir. Islam melarang perbuatan mubadzir ini, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:
Artinya: “… dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Q.s. Al-Israa’ [17]: 26-27)
Berkait dengan permasalahan yang ditanyakan, dapat dikemukakan penjelasan hukum sebagai berikut:
1. Terhadap tanah wakaf yang terlantar karena belum/tidak ada dana untuk membangun sesuai dengan niat wakaf.
Di sini tampaknya tujuan wakaf yang diniatkan atau diikrarkan oleh wakif, sesungguhnya memiliki nilai mashlahat bagi masyarakat, hanya saja untuk mewujudkan belum tersedia dana, yang akibatnya tanah wakaf untuk sementara ini menjadi terlantar. Jika demikian, maka tujuan wakaf sebagaimana yang diniatkan atau diikrarkan oleh wakif harus dijaga dalam arti harus diupayakan terwujudnya. Sedangkan akibat tidak/belum tersedianya dana untuk membangun sehingga tanah wakaf tersebut menjadi terlantar, harus dihindari. Karena hal tersebut merupakan salah satu bentuk perbuatan mubadzir/pemborosan yang dilarang oleh agama. Untuk itu, nadhir dibenarkan mengelola tanah wakaf tersebut dengan kegiatan-kegiatan produktif/komersial, yang kelak hasilnya adalah untuk mewujudkan niat wakif.
2. Terhadap tanah wakaf yang terlantar karena tujuan wakaf yang diniatkan atau diikrarkan oleh wakif kurang mashlahat sebab di tempat itu telah tersedia sarana yang sama dengan yang diniatkan atau diikrarkan oleh wakif.
Dalam kasus ini, jika tujuan wakaf yang diniatkan atau diikrarkan oleh wakif dipaksakan untuk dilaksanakan, dapat ditebak bahwa harta wakaf baik tanah maupun bangunannya tidak akan mendatangkan mashlahat secara maksimal. Atau dengan kata lain membuka terjadinya perbuatan yang mubadzir. Untuk menghindari tindakan mubadzir ini, menurut hemat kami dapat dilakukan penggantian tujuan wakaf, dengan tujuan yang lain yang paling besar mendatangkan kemaslahatan bagi umat/masarakat. Jika dipandang bangunan produktif/komersial seperti mall atau hotel adalah alternasi tujuan wakaf yang paling mendatangkan kemashlahatan, tentunya itulah yang dipilih. Namun, jika ada alternasi lain, kiranya tidak salah untuk dikaji secara cermat, sehingga akan betu-betul mampu mendatangkan kemashlahatan yang paling besar bagi umat atau masyarakat. Dalam hal ini dapat dipedomani kaidah fiqhiyyah yang menyebutkan:

Artinya: Tindakan pemimpin terhadap rakyatnya terikat dengan kemaslahatan yang selektif (yang terkuat).
Hasil dari kegiatan produktif ini digunakan semaksimal mungkin untuk membiayai kegiatan amar makruf nahi munkar,—termasuk untuk membiayai kegiatan masjid, dakwah dan kegiatan kemanusiaan yang lain— di samping untuk biaya operasional kegiatan produktif itu sendiri. Dengan demikian sekalipun tujuan wakaf tanah itu misalnya untuk bangunan masjid, namun karena di tempat itu sudah berdiri masjid yang cukup representatif, maka penggantian dengan tujuan wakaf yang produktif yang hasilnya juga untuk masjid, bahkan juga amar ma’ruf nahi munkar yang lain, tampaknya tidak akan mengurangi keutamaan dalam berwakaf.
Untuk teknis penggantian tujuan wakaf ini dapat dirujuk pasal 44 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Perwakafan jo Pasal 48 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 tentang Wakaf.
Disebutkan dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004:
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, nadhir dilarang melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin tertulis dari Badan Wakaf Indonesia.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan apabila harta benda wakaf ternyata tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf.

Dalam Pasal 48 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun2006, disebutkan: Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf harus berpedoman pada peraturan Badan Wakaf Indonesia BWI.
Disarankan, jika terjadi penggantian tujuan atau peruntukan benda wakaf ini, hendaknya diberitahukan kepada wakif jika masih hidup atau ahli warisnya jika wakif telah meinggal dunia. Hal ini dimaksudkan untuk menghormati wakif dan sekaligus untuk menjaga agar tidak terjadi salah sangka atau salah faham dari wakif atau keluarganya yang tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan akibat buruk yang sudah pasti tidak diharapkan oleh semua pihak.
Berkait dengan pengadaan dana untuk mewujudkan tujuan atau peruntukkan wakaf, disarankan agar lebih ditingkatkan sosalisasi wakaf tunai kepada kaum muslimin.
Wallahu a’almm bish-shawab. *dwl

Rabu, 03 Desember 2008

Gerakan muhammadiyah melalui komunikasi dakwah


M. Nurdin Juned

“Serulah umat manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan bermujahadalah terhadap mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Allah Swt lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalanNYA dan dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk. (Q.s. an-nahl [16]: 125)

Untuk lebih memantapkan dan meningkatkan gerakan muhammadiyah dari semua sektor kegiatannya, maka terlebih dahulu kita harus melakukan evaluasi yang selama ini telah kita perjuangkan dan telah kita perbuat, baik oleh para tokoh-tokoh kita terdahulu sebagai perintis dan penegaknya, maupun oleh para generasi penerus sebagai pewarisnya. Karena gerakan Muhammadiyah itu, adalah gerakan untuk mengajak umat dalam rangka beramar ma’ruf dan bernahi munkar dengan membawa visi dan misi yang jelas, yaitu untuk menegakkan dan menjujung tinggi agama Islam agar terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar- benarnya. Adapun visi dan misi Muhammadiyah itu telah tertuang dalam satu rumusan yang terdiri dari tiga prinsip utama yaitu; 1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni, agar umat Islam terjauh dari kemusyrikan. 2. Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, agar umat Islam tidak tersesat oleh pengaruh ajaran yang menyimpang dari dua sumber ajaran tersebut. 3. Mewujudkan amal Islami dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat, agar umat Islam itu dapat menjadi contoh teladan yang baik bagi siapa pun. Dari ketiga visi tersebut intinya adalah pada misi kedua yaitu menyebar luaskan ajaran Al-Qur’an dan As-sunnah. Sedangkan visi dan misi pertama dan ketiga merupakan implementasi dari ajaran kedua sumber tersebut. Guna mencapai sasaran dari ketiga visi dan misi itu, maka gerakan Muhammadiyah perlu adanya kegiatan yang menunjang atau mendukung yang sifatnya untuk mencerdaskan umat dan bangsa ini dari keterbelakangannya melalui jalur komunikasi dari semua elmen masyarakat secara berkesinambungan, namun tetap dalam koridor pemahaman keagamaan yang telah diajarkan oleh Muhammadiyah selama ini.
Hal ini disebabkan telah banyak orang berkifrah di Muhammadiyah dengan latar belakang displin ilmu yang dikuasainya, atau dengan kepentingan yang dapat menopang kehidupannya, maupun dengan kecintaanya terhadap ajaran Islam yang sebenarnya. Namun, dari kesemua kiprah yang telah mereka lakukan itu tetaplah kita berharap agar mereka mempertautkan diri dengan kegiatan langsung Persyarikatan. Sebab telah banyak kita ketahui, bahwa mereka berkiprah di Muhammadiyah ini manakala berkaitan dengan mobilitas dirinya, baik secara mental spritual maupun secara fisik material di amal amal usaha yang telah didirikan dan dikelola oleh Muhammadiyah masih ada yang belum menunjukkan jati dirinya sebagai seorang Muslim yang kaffah. Sehingga ada di antara mereka yang bekerja di amal usaha Muhammadiyah tetapi aktivitas dan pemahamannya masih jauh dari ajaran Islam yang telah dilaksanakan oleh Muhammadiyah. Akibatnya dari semua potensi dan energi yang telah dikeluarkan Muhammadiyah belum menghasilkan secara maksimal dalam membesarkan Muhammadiyah, bahkan ada yang ekstrem secara logika berkata; Amal usahanya yes! Muhammadiyahnya No!
Oleh karena itu memperhatikan fenomena yang terjadi dan mungkin bisa berkembang di tengah umat atau masyarakat yang belum mengerti visi dan misi Muhammadiyah, maka sebagai ujung tombak Persyarikatan dari semua sektor kegiatannya, adalah kegiatan tabligh dan dakwah khusus yang harus tetap bersinergi dalam mengomunikasikan visi dan misi Muhammadiyah tersebut kepada kegiatan apa pun bentuknya dengan cara yang bijaksana dan bertoleransi yang benar. Di sisi lain melalui tabligh dan dakwahnya, Muhammadiyah akan terus mengembangkan pemikiran-pemikiran yang mengarah kepada pembaharuan dalam membentuk tatanan kemanusiaan dan kemasyarakatan seiring dengan perkembangan zaman dengan segala permasalahannya. Seperti melalui lembaga pendidikan, gerakan Muhammadiyah itu harus selalu berorientasi kepada masa depan generasi berikutnya, yaitu agar sistem pengajaran dan pembelajaran dilembaga ini mampu menjadikan anak didik yang baik dan benar, bukan hanya menjadikan anak didik yang hanya pintar tetapi tidak benar. Sebab itu pendidikan di perguruan Muhammadiyah mempunyai ciri tersendiri yang harus dicermati oleh para pendidik dan dipertahankan sampai kapan pun. Kalau di perguruan di luar Muhammadiyah mungkin ajaran Islam itu hanya sebatas ilmu yang perlu didapatkannya, namun di perguruan Muhammadiyah hendaknya ajaran Islam itu menjadi bekal mereka untuk mengembangkan dirinya di tengah masyarakat nantinya. Sehingga apa pun disiplin ilmu yang telah dikuasai, namun ilmu dan amal ke-Islamannya tetap utuh pada dirinya, sekalipun berada di tengah gelombang kemajuan yang terus bergulir di era global ini. Melalui pengkajian masalah tarjih, gerakan Muhammadiyah itu mampu menempatkan dirinya di tengah umat Islam yang masih terombang-ambing oleh pemahaman yang bertahan kepada kebiasaan atau pemahaman kebebasan yang dikenal liberalisme dan sekularisme yang selalu dijunjung tinggi oleh para ilmuan, bukan kepada kebenaran yang bersumber kapada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw. Melalui Wakaf dan Lazisnya, gerakan Muhammadiyah itu tetap eksis untuk menyejahterakan umatnya demi kemaslahatan bersama sesama anak bangsa ini. Melalui pengkaderannya Muhammadiyah itu harus terus-menerus atau berkesinambungan untuk mencetak generasi penerus yang mampu menjadi pewaris masa lalu agar tetap memahami bagaimana sepak terjang para pendiri Muhammadiyah ini, sehingga Muhammadiyah itu menjadi besar seperti sekarang. Kemudian menjadi penegak masa sekarang yang tak pernah surut dalam gerakannya untuk selalu mengembangkan inovasi baru dalam menyebarkan visi dan misi Muhammadiyah di tengah-tengah umat dan bangsa ini. Selanjutnya menjadi perintis masa yang akan datang yang tak akan berhenti untuk membuat terobosan-terobosan baru sesuai dengan gerakan Muhammadiyah yaitu sebagai organisasi tajdid dalam bidang pemikirannya. Demikian pula, dengan gerakan lainnya yang kesemuanya itu merupakan pondasi tegaknya ajaran Islam yang sebenar-benarnya dengan bermuara kepada tujuan akhir yaitu untuk mencapai ridha Allah SwT.
Selain itu Muhammadiyah dalam mengomunikan gerakannya dari semua sektor kegiatan tetaplah bertumpu kepada “Amar ma’ruf Nahi Munkar dan Akhlaqul Karimah”. Karena ini adalah sifat utama yang harus jadi tolok ukur gerakannya. Didalam Al-Qur’an surah Al-Imran 104 yang sangat popular di kalangan kita Muhammadiyah, ada tiga hal yang sangat prinsipil untuk diterjemahkan dalam misi dan visinya. Pertama kalimat yad’u na ilal khair yaitu untuk mengajak atau memanggil umat kepada kebaikan dan kebenaran yang telah diajarkan oleh Islam. Kegiatan ini merupakan PR-nya umat dakwah dari semua unsur yang terkait, yang dimulai dari diri pribadi, keluarga dan masyarakat agar selalu mengajak dan mengingatkan untuk berada di garis terdepan dalam melaksanakan ajaran Islam secara kaffah yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Sunnah dengan tahapan pemahaman yang rasional. Kedua, kalimat waya’muru nabil Ma’ruf ya-itu untuk menyuruh umat ini agar selalu berbuat kebaikan dan kebenaran yang dimulai oleh para Ulama dan Umara atau para cendekiawan dan pemimpinnya sebagai teladan umat dibelakangnya, untuk melakukan segala perbuatan yang terpuji, sehingga menjadikan dirinya sebagai umat yang menjadi ikutan bukan menjadi sorotan. Kemudian menjadi umat yang selalu mendekatkan diri kita kepada Allah SwT dan berbuat ihsan sesama manusia beserta lingkungannya. Ketiga, wayan hauna ‘anil munkar yaitu untuk mencegah perbuatan umat manusia dari semua yang akan merusak, baik pada dirinya maupun pada orang lain, apalagi kepada masyarakat dan bangsa ini. Rasulullah pernah menyatakan dalam Haditsnya; Jika diantara kalian melihat kemungkaran hendaklah kamu cegah dengan tangan kamu atau kekuatan dan kekuasaan yang kamu miliki, sekiranya tidak kamu punyai cegahlah dengan perkataan yang berhikmah dan bijaksana dengan tidak mengorbankan prinsip akidah Islam, namun jika keduanya belum ada pada diri kamu maka cegahlah dengan berdoa kepada Allah SwT walaupun dikatakan selemah- lemahnya iman.
Dari beberapa aspek yang kita kemukakan di atas, maka berarti, gerakan Muhammadiyah melalui komunikasi dari sektor apa pun, hendaknya mampu mencapai sasarannya, yaitu untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa ini melalui pemikiran yang cerdas dan tidak terkontaminasi oleh pemikiran yang sekuler atau liberalisme yang akan merusak akidah umat ini. Kemudian mampu menciptakan suasana damai dengan penuh ketenangan dan ketentraman baik lahir maupun batin dari setiap individu anak bangsa ini.l
Penulis, Wakil Ketua PWM Sumatera Selatan.