Senin, 27 Juli 2009

Muhammadiyah Minta MK Bekerja Profesional


Senin, 27 Juli 2009 | 03:06 WIB

Jakarta, Kompas - Mahkamah Konstitusi diminta bekerja dengan profesional, berintegritas, jujur, dan bertanggung jawab dalam menangani perkara sengketa hasil Pemilihan Umum Presiden 2009. Dengan demikian, MK diharapkan akan menghasilkan putusan yang obyektif untuk menentukan hasil akhir pemilu presiden.

Permintaan itu disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin dalam jumpa pers di Jakarta, Sabtu (25/7). Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir juga hadir dalam jumpa pers itu.

Meski demikian, Din menegaskan, ia tidak terlibat dengan rencana pasangan Megawati-Prabowo dan Jusuf Kalla-Wiranto yang akan mendaftarkan gugatan hasil Pilpres 2009 ke Mahkamah Konstitusi (MK). ”Saat masuk wilayah hukum, kami tidak terlibat. Apalagi kami bukan peserta pilpres,” kata Din.

Pada 5 Juli 2009, pasangan Megawati-Prabowo dan Kalla-Wiranto bertemu di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta. Pertemuan yang membahas persoalan daftar pemilih tetap Pilpres 2009 itu difasilitasi Din Syamsuddin.

Dalam jumpa pers kemarin, Din mengucapkan selamat kepada pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono yang untuk sementara telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pasangan yang memperoleh suara terbanyak. Din juga mengucapkan selamat kepada dua pasangan calon presiden-wakil presiden lainnya yang telah menghadapi hasil pilpres dengan sikap kenegarawanan.

”Sejak awal, PP Muhammadiyah mendorong pemilu yang jujur, adil, dan bermartabat. Maka dari itu, kami mendukung agar masalah daftar pemilih tetap cepat diselesaikan,” ujarnya.

Selanjutnya, Din juga mengharapkan semua pihak mendukung proses konstitusional dan hukum melalui MK. Setelah ada putusan definitif tentang pasangan presiden dan wakil presiden terpilih, harus diterima dengan ikhlas.

Perihal ketidakhadiran Megawati-Prabowo dalam penyampaian hasil pilpres di KPU dan penolakan Kalla-Wiranto terhadap hasil rekapitulasi penghitungan suara pilpres, menurut Din, tidak perlu dilihat sebagai suatu kesalahan. Pasalnya, undang-undang memang tidak mengharuskan demikian. (idr)

Tidak ada komentar: