Sabtu, 27 Desember 2008

Indonesia Lahan Subur

Sabtu, 27 Desember 2008 | 00:26 WIB

Jakarta, Kompas - Indonesia merupakan lahan subur pemikiran, tetapi pengembangan pemikiran ini tidak harus ditarik ke arus pemikiran yang sama sekali baru. Di sinilah perlunya refleksi tentang berbagai tingkat pemikiran dan realitas masyarakat, di mana selalu ada bentuk tarik dan dorong sebagai dialektika. Dalam konteks ini, perlu kekuatan penengah dan perantara yang arif dan memprakarsai dialog pemikiran.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin dalam refleksi akhir tahun politik keagamaan 2008 yang diselenggarakan Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) di Jakarta, Selasa (23/12).

Sebelumnya, Direktur Eksekutif PSAP Pramono U Tanthowi mengatakan, ada hubungan yang saling terkait antara menguatnya konservatisme keagamaan di tingkat masyarakat dan kebijakan negara yang memberi peluang terhadap anarkisme keagamaan di negeri ini.

”Anarkisme dengan dalih agama juga dilakukan kelompok umat beragama di Indonesia. Tragedi Monas 1 Juni telah menyedot keprihatinan yang meluas,” ujarnya.

Menurut Pramono, selain konservatisme di tingkat masyarakat, fundamentalisme keagamaan dan politisasi agama tampaknya juga sudah masuk ke ranah negara. Padahal, peran negara sebagai fasilitator dan mediator harus berdiri di atas semua kelompok. Negara harus menjamin perbedaan pendapat tidak mengarah kepada anarkisme.

Guru besar Universitas Islam Negeri, Bachtiar Effendi, mengatakan, masyarakat tidak mempunyai masalah dengan kebebasan beragama jika semua rujukannya pada UUD. Namun, konstitusi memang belum memberikan penjelasan memadai tentang kebebasan beragama ini.

Bachtiar menilai, negara seharusnya bisa hadir dalam setiap konflik yang diikuti aksi kekerasan meskipun melibatkan isu keagamaan. ”Kalau sudah ada perusakan dan bakar-bakaran, sudah sepantasnya aparat kepolisian bertindak. Tidak perlu ragu atau beralasan khawatir melanggar hak asasi manusia,” ujarnya. (MAM)

Tidak ada komentar: