Senin, 09 Maret 2009

MUHAMMADIYAH DALAM PENYEHATAN DEMOKRASI

Oleh: Yudi Latif*


Menjelang Pemilu ketiga pada Orde Reformasi, perkembangan demokrasi Indonesia,
yang menurut text book bisa dikonsolidasikan dalam dua kali pergantian pemerintahan,
masih menyisakan banyak persoalan.
Bukannya tanpa capaian. Kunjungan Hillary Clinton belum lama berselang
mengindikasikan adanya pencapaian ini yang bisa diapresiasi dunia luar. Di Asia
Tenggara, Indonesia adalah satu-satunya negara dengan perkembangan demokrasi yang
positif. Thailand mengalami ketidaktentuan. Malaysia terkendala “two-tier democracy”.
Filipina bermasalah dalam pranata demokrasi, dengan angka kedua tertinggi di dunia
menyangkut pembunuhan jurnalis dengan motif politik. Brunei dianggap “so and so”.
Singapura tetap penting dalam perekonomian, tetapi bukanlah model demokrasi.
Myanmar adalah problem dunia. Indochina masih ruwet. Tak heran, Indonesia menjadi
satu-satunya negara Asia Tenggara yang masuk dalam daftar kunjungan Clinton untuk
pertama kali.
Sejauh menyangkut dunia Islam, Indonesia adalah negara berpenduduk Muslim
terbesar, dan demokrasi terbesar ketiga, di dunia, dengan watak keterbukaan, moderasi
dan toleransi yang menonjol, yang bisa dijadikan acuan baru dalam tata-hubungan
berbasis kekuatan cerdas dan kebersamaan nilai kemanusiaan. Citra keterbukaan dan
moderasi ini mendapat apresisiasi dunia luar seperti diindikasikan oleh kepercayaan
untuk menjadi tuan rumah “World Climate Change Summit”, dan “World Islamic
Economic Forum, selain juga terbukti oleh kemampuan kita merekonsiliasikan konflik
secara damai, seperti penyelesaian krisis di Aceh, Poso, Papua.
Pencapaian
Sejak era Pemerintahan Habibie, perlbagai langkah untuk mendemokratisasikan
institusi dan prosedur-prosedur politik telah dilakukan dengan sejumlah transformasi
yang nyata: pemerintahan terpilih, pemilu yang relatif fair dan berulang, kebebasan
berekspresi, keluasan akses informasi (meski belum ada jaminan perudang-undangan),
desentralisasi dan otonominasi, pemilihan presiden dan pilkada secara langsung dan
sebagainya.
Selain itu, terdapat perubahan mendasar berdimensi struktural dan kultural. Yang
paling menonjol adalah tercapainya konsensus elit (elite settlement) untuk hal-hal
fundamental. Elite settlement merupakan faktor krusial yang memberi andil besar pada
* Kepala Pusat Studi Islam dan Kenegaraan-Indonesia (PSIK-Indonesia)

Tidak ada komentar: