Selasa, 10 Maret 2009

Suasana Tanwir Lampung

Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Tentu warga Muhammadiyah berterima kasih kepada harian Republika yang selama beberapa hari telah menyediakan ruang khusus untuk meliput Sidang Tanwir Muhammadiyah yang kali ini diadakan di Hotel Sheraton Bandar Lampung, 5-8 Maret 2009. Dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan ditutup oleh Wakil Presiden M Jusuf Kalla, Ahad sore. Agak di luar perkiraan saya semula tentang kesiapan PWM (Pimpinan Wilayah Muhmmadiyah) Lampung sebagai tuan rumah bagi tamu yang berjumlah sekitar 200 orang, ternyata penyelenggaraan Tanwir cukup bagus dan tertib.

Mengapa harus di hotel? Apakah Muhammadiyah dengan cara demikian itu tidak semakin 'jauh' dari rakyat banyak yang jarang masuk ke hotel berbintang? Pertanyaan model ini tentu sah saja untuk dilontarkan, tetapi sudah tidak relevan lagi jika dikaitkan dengan tuntutan efisiensi dan kemudahan. Dalam hubungan ini, apa yang disampaikan oleh Ketua PP Muhammadiyah, Prof A Malik Fadjar, menarik untuk dicatat: Muhammadiyah jangan dibawa ke jalan-jalan sempit, buntu lagi. Muhammadiyah itu besar, jangan mengerdilkan diri.

Dengan semakin meluasnya kawasan urban di Indonesia yang sudah mencapai 58 persen, warga Muhammadiyah harus meninggalkan wawasan 'jalan sempit' yang serbarural seperti yang masih tersisa pada sebagian warga.Tetapi, orang tidak boleh salah paham bahwa Muhammadiyah kini telah berubah menjadi gerakan Islam elitis, melupakan warga pedesaan yang sebagian masih jauh tertinggal, tidak saja dari segi ekonomi, tetapi juga dalam ranah pendididikan dan kesehatan.

Muhammadiyah tidak akan pernah membeda-bedakan antara orang kota dan desa, semuanya akan dilayani dalam batas kemampuan gerakan sosio-keagamaan modern ini. Dengan demikian, Sidang Tanwir di sebuah hotel tidak ada sangkut-pautnya dengan kemungkinan pergeseran sikap Muhammadiyah dalam melayani masyarakat banyak. Kehadiran Muhammadiyah sejak awal kelahirannya adalah untuk melayani dan mencerdaskan. Filosofi ini tampaknya akan bertahan untuk selama-lamanya, karena memang itulah raison de'tre Muhammadiyah yang tahan banting sejarah.

Lampung yang selama ini dikenal sebagai salah satu provinsi yang termiskin di Indonesia, dan Muhammadiyah berada di dalamnya, dengan tanwir ini, kesan umum tentang serba kemiskinan itu mulai terhapus. Tentu penglihatan selintas ini tidak mesti mewakili realitas masyarakat yang sebenarnya, tetapi kesan positif itu berfungsi sebagai doa Muhammadiyah agar wilayah Lampung cepat bebenah diri untuk menghalau kemiskinan itu sampai ke batas-batas yang jauh. Dalam perspektif ini, kultur good governance yang lagi gencar-gencarnya dilancarkan oleh Depdagri harus dijawab oleh Pemda Lampung dan masyarakat secara keseluruhan dengan menunjukkan sikap responsif dan proaktif.

Muhammadiyah harus berdiri paling depan untuk turut serta memberikan jawaban positif itu. Tidak ada jalan yang lebih efektif untuk menghalau kemiskinan itu, kecuali secepatnya menerapkan secara jujur dan bertanggung jawab prinsip-prinsip good governance berupa: keterbukaan, akuntabilitas, efisiensi, efektivitas, partisipasi, dan sikap jujur. Muhammadiyah Lampung sebagai salah satu kekuatan sipil harus mau berjibaku untuk menjadi mitra pemda dan kelompok-kelompok yang hidup dalam masyarakat dalam upaya menegakkan pilar-pilar tata kelola pemerintahan yang baik itu.

Tentu mesti dimulai dari internal Muhammadiyah sendiri terlebih dulu. Dalam mengelola amal usaha yang bertebaran itu, pimpinan Muhammadiyah setempat agar dapat dijadikan teladan oleh berbagai pihak. Dan itulah dakwah dalam format yang konkret. Dengan penyelenggaraan tanwir yang berjalan lancar ini, semoga menjadi pertanda bahwa Muhammadiyah Lampung memang sudah siap untuk berlomba dengan Muhammadiyah di wilayah-wilayah lain yang bilangannya sudah berada di angka 33, sesuai dengan jumlah provinsi di Indonesia.

Sebuah pengakuan disampaikan kepada saya oleh Ketua PWM Banten bahwa Tanwir Lampung ini lebih bermutu dari tanwir-tanwir sebelumnya, dilihat dari sisi manapun. Para pemakalah yang diundang PP dalam tanwir ini, menurut peserta hampir seluruhnya bermutu tinggi dari segi muatan dialog pencerahan. Suasana damai dan serius dalam sidang-sidang adalah indikator bahwa Muhammadiyah sudah semakin piawai dalam menata manajemen organisasi. Isu-isu politik kontemporer ditanggapi peserta secara biasa saja, tidak ada urat leher yang harus tegang, seperti pengalaman dalam Tanwir Denpasar dan Makassar beberapa tahun yang lalu. Bravo PWM Lampung!

Tidak ada komentar: